Total Tayangan Halaman

Selasa, 05 Juli 2011

SIFAT FISIK TANAH SAWAH DAN MANFAAT BAHAN ORGANIK


 PENTINGNYA SIFAT FISIK TANAH

Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan sawah. Identifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah mineral memberikan informasi untuk penilaian kesesuaian lahan (Sys, 1985) terutama dengan hubungannya efisiensi penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan, sifat fisik tanah yang sangat penting untuk dinilai adalah tekstur, struktur, drainase, permeabilitas (Keersebilck and Soeprap, 1985) dan tinggi muka air tanah (Sys, 1985). Sifat-sifat tersebut berhubungan erat dengan pelumpuran.
Tekstur Tanah
Tanah yang bertekstur halus bila terdispersi akan mampu menutup pori di bawah lapisan olah. Kondisi ini akan mempercepat terbentuknya lapisan tampak bajak (plowpan) yang berpermeabilitas lambat. Kemampuan membentuk lapisan tampak bajak ini penting untuk tanah-tanah dengan rejim kelembaban Udic dan Ustic. Tekstur tanah sedang sampai dengan agak halus sesuai untuk tanaman lahan kering kerana tanah tersebut mudah diolah, memiliki kapasitas menahan air (water holding capasity) yang relatif sangat tinggi, dan drainase sangat cepat. Tanah dengan tekstur agak berat seperti lempung halus, debu halus sangat cocok untuk disawahkan (Grant dalam Prihar et al., 1985)
Tabel 1 : Pengaruh cara pengolahan tanah terhadap proporsi tekstur tanah pada tanah bertekstur kasar di Negeria (Lal, 1981)

Tekstur tanah
Proporsi tekstur
            Pelumpuran                                 Tidak diolah
0-1cm      1-2cm     2-5cm
0-1cm      1-2cm     2-5cm
                             %
Pasir
32               30             31
28               28             30
Debu
33               33             32
34               34             33
Liat
35               37             37
38               38             37
    
Pengaruh pelumpuran terhadap proporsi tekstur tanah pada berbagai lapisan tanah telah diteliti oleh Lal (1981) pada tanah bertekstur kasar di Negeria. Tanah yang dilumpurkan memiliki kandungan pasir lebih banyak dari pada liat dan debu pada 0-1cm tanah permukaan dibanding jika tanah tidak dilumpurkan.
Struktur Tanah
Pengaruh jangka pendek dari pelumpuran tanah telah diuraikan oleh Sharma dan De Dalta (1985). Pengeelolaan tanah dengan cara dilumpurkan mengharcurkan agregat tanah. Pada kondisi tergenang agregat tanah akan terdispersi dan penghancuran agregat tanah akan semakin intensif pada saat tanah dibajak, digaru, atau dilumpurkan. Jika tanah dilumpurkan, tiap lapisan pada zona pelumpuran memiliki karakteristik yang berbeda dengan lapisan yang lainnya. Hasil penelitian Saito dan Kawaguchi (1971) dalam Sharma dan De Dalta (1985) menunjukkan bahwa pada tanah lapisan permukaan 0-15cm pada zona pelumpuran tersusun oleh tanah dengan tekstur yang halus, lapisan tengah dengan tekstur agak kasar, dan lapisan bawah dari zona tersebut sangat masif tanpa ada berbedaan tekstur.
Menurut Chaudhary dan Ghildyal (1969), pelumpuran mengurangi diameter rata-rata agregat dari 1,70mm menjadi 0,36mm. Dari penelitiannya di laboratorium menggunakan agregat tanah berukuran lebih kecil dari pasir kasar menunjukkan bahwa akibat pelumpuran 40% agregat tanah hancur menjadi fraksi tanah berukuran <0,05mm.
Berat Volume (Bulk Density)
Pada lahan sawah beririgasi dimana pengelolaan tanah dilakukan dengan cara dilumpurkan, akan berpengaruh pada berat volume tanah. Intensitas pelumpuran memberikan pengaruh yang berbeda terhadap berat volume tanah. Dari hasil penelitian pada tanah sawah bukaan baru, Subagyono et al., (2001) pelumpuran menurunkan berat volume tanah bertektur liat, liat berdebu, dan lempung berliat dengan 11%, 16%, 10% dan 27%, 23%, 12% berturut-turut pada tanah yang dilumpurkan sekali dan dua kali.
Menurut Ghildyal (1978) pelumpuran pada tanah dengan agregat yang mantap dan porus menghasilkan agregat yang masif dengan berat volume yang meningkat. Dengan demikian tanah yang disawahkan berat volume tanah cenderung menurun dibandingkan dengan tanah tidak disawahkan.
Ketahanan Tanah (Soil Strength)
Tanah sawah beririgasi umumnya memiliki ketahanan penetrasi yang relatif rendah di lapisan tanah atas dan meningkat pada lapisan tanah lebih dalam. Pengolahaan tanah dengan pelumpuran sangat mempengaruhi variabilitas vertikal ketahanan penetrasi. Subagyono et al., (2001) melaporkan bahwa tanah yang dilumpurkan memiliki ketahanan penetrisi yang lebih rendah hingga kedalaman kurang lebih 25cm dibandingkan dengan tanah tidak diolah.
Penurunan ketahanan tanah terhadap penetrasi pada tanah yang dilumpurkan disebabkan oleh kandungan air yang lebih tinggi dibanding dengan tanah tanpa diolah. Hasil yang sama telah dilaporkan oleh peneliti sebelumnya, bahwa ketahanan tanah terhadap penetrasi (soil strength) berubah dengan berubahnya tegangan air dan kandungan air tanah (Nearing et al., 1988; Williams and Shaykewish, 1970; Twoner, 1961; Gill, 1959; Gerard, 1965; Camp and Gill, 1969).
Permeabilitas
Akibat agregat tanah yang hancur oleh pengelolaan tanah dengan pelumpuran, porositas dan distribusi pori juga berubah. Hal ini berakibat pada menurunnya kemampuan tanah melakukan air. Pada tabel disajikan data konduktivitas hidrolik beberapa jenis tanah oleh pengaruh pengelolaan tanah dengan cara dilumpurkan.
Tabel 2 : Pengaruh pelumpuran terhadap konduktivitas hidrolikpada kedalaman 20cm pada berbagai jenis tanah (Subagyono et al., 2001)
Jenis tanah
Konduktivitas hidrolik
  PO               P1               P2

m day¯¹
Liat (illitic)
 0,18             0,07           0,07
Liat berdebu (mineral campuran)
 0,31             0,30           0,29
Liar berpasir (mineral campuran)
 0,58              nd             0,08
Lempung liat berpasir (mineral campuran)
 0,47              nd             0,29
Lempung berdebu (mineral campuran)
 0,33              nd             0,08
keterangan : PO : tidak diolah; P1 : dilumpurkan sekali; P2 : dilumpurkan dua kali; nd : tidak di ukur

Pelumpuran dua kali menurunkan permeabilitas tanah relatif lebih tinggi dibanding pelumpuran sekali. Tingkat kehancuran agregat tanah dan porositas serta distribusi pori sangat ditentukan oleh intensitas pengelolaan tanah dengan cara pelumpuran. Intensitas pelumpuran juga berpengaruh pada permeabilitas tanah. Konduktivitas hidrolik jenuh menurun dengan meningkatnya intensitas pelumpuran (energi pelumpuran meningkat). Secara umum tanah disawahkan akan menurunkan nilai konduktivitas hidroliknya dan relatif lebih rendah daripada nilai konduktivitas hidrolik tanah yang tidak disawahkan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya ruang pori total akibat pengelolaan tanah dengan cara pelumpuran.
Porositas Tanah
Pengolahan  dengan pelumpuran pada tanah sawah menurunkan total porositas tanah. Subagyono et al., (2001) melaporkan bahwa pelumpuran menurunkan porositas tanah dengan tekstur liat berdebu dan lempung liar berpasir. Hal ini menunjukan bahwa tanah yang disawahkan akan menurunkan roang pori total dan relatif lebih rendah dibanding dengan tanah tidak disawahkan. Penurunan porositas total ini sangat ditentukan oleh struktur tanah sebelum dilumpurkan. Jika pelumpuran merubah struktur tanah dari struktur yang mantap ke struktur tanah yang lebih kompak, porositas tanah akan berkurang.
            Perubahan pada sifat fisik tanah akibat pengolahan tanah dengan cara dilumpurkan, memberikan indikasi sangat penting dalam penyusunan strategi pengolahan tanah dan air di lahan sawah. Pelumpuran sebagai suatu cara pengolahan tanah yang spesifik untuk tanah sawah tidak saja memberikan pengaruh positif dalam menekan laju perkolasi karena lapisan tampak bajak yang terbentuk, tetapi juga harus diperhatikan pengaruh negatifnya. Dengan demikian beberapa integrasi komponen teknologi yang mampu mengurangi akibat buruk pelumpuran bias dilakukan, sebagai contoh dengan cara pemberian bahan organik.

Pengaruh Bahan Organik Tanah Terhadap Sifat Fisik Tanah
Bahan organik memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah. Tanah berpasir menjadi lebih kompak dan tanah lempung menjadi lebih gembur. Penyebab kompak dan lebih gemburnya tanah ini adalah senyawa-senyawa polisakarida yang dihasilkan oleh mikroorganisme pengurai serta miselium atau hifa yang berfungsi sebagai perekat partikel tanah. Dengan struktur yang lebih baik ini berarti difusi O2 atau aerasi akan lebih banyak sehingga proses fisiologis di akar akan lancar (Setyorini, 2006).
Perbaiakan agregat tanah menjadi lebih remah akan mempermudah penyerapan air ke dalam tanah sehingga proses aliran permukaan dan erosi akan dapat ditekan. Kadar bahan organik yang tinggi di dalam tanah akan memberikan warna lebih gelap (warna humus coklat kehitaman), sehingga penyerapan energi sinar matahari lebih banyak dan fluktuasi suhu di dalam tanah dapat dihindarkan (CPIS, 1991).
Menurt Arsyad (1989) peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik. Hal ini berlangsung melalui mekanisme : penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme, diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan butir tanah menjadi agregat tanah, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan agregat.
Pengikatan secara fisik butir-butir primer oleh miselia jamur dan actinomycetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi lempung terjadi di dalam tanah. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan bagian-bagian pada senyawa organik yang berbentuk rantai panjang. Pengikatan secara kimia butir-butir lempung melalui ikatan antar bagian negatif lempung dengan bagian negatif (karboksil) dari senyawa organik dengan perantara basa dan ikatan hidrogen (Stevenson, 1994)
Greenland dan Dart (1972) menunjukkan beberapa keuntungan bahan organik tanah berikut ini bagi pertanian tanpa pupuk : bahan organik menyediakan sebagian besar nitrogen dan belerang serta setengah dari fosfor yang diserap oleh tanaman yang tidak di pupuk. Pola laju bebas lambat dari pemineralan nitrogen dan belerang memberikan keuntungan yang pasti, melebihi pupuk yang larut. Bahan organik menyediakan sebagian besar daya tukar kation tanah sangat lapuk yang asam. Penurunan bahan organik dengan cepat mengakibatkan penurunan DTK-nya secara tajam.